Menatap mendung di pagi hariBak memutar kembali rentetan sendu dalam hatiSemburat lara yang masih terasaMulai bangkit dan bersiap merajam dadaLuka itu sudah pergiAtau setidaknya t'lah kuanggap matiNamun aromamu yang memendar di antara kabut pagiKian rasuki sukma tanpa hentiHaruskah kusalahkan secuil asa yang tersisa kali ini?Atau habisi saja rasaku yang masih menyengat?Sebab rona memilih ikut sembunyi di balik muramDan tersungkur di pengasingan suramSaat netra masih terpaku menatap mendung pagi iniHati ini tersentak oleh sekelebat kenangan yang berlariTentangmu dan kita di masa laluYang bersemayam rapuh di relung sukmaku Baca Juga [PUISI] Merindukan Hujan IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
3 "Pagi ini ku rebus syair bersama air dan tuang bait puisi dalam cangkir. Tercipta secangkir kopi bersajak manis seperti senyumanmu." 4. "Ketika sunyi merampas kehangatan pagi, ketika itu pula aku mengingatmu dan berharap ada hadirmu di sisi tuang kopiku." 5. "Sejenuh hari ini, sesendiri hari dan sehambar kopi pagi ini.
Oleh Sapardi Djoko Damono Waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara
CONTOHPUISI TENTANG HARI AKHIR HARI KIAMAT. Gelombang air yang menghancurkan. Gunung-gunung yang dihamburkan Kemana kita akan pergi? Aku disini menanti pagi. Tetapi mentari tak bersinar lagi. Kukira tanah ini hanya sekedar murka. Tetapi nyatanya illahi ingin aku kembali. Beberapa orang mati syahid Hari itu tidak menunggu siapapun. Hari
iq3U.